PT. Indokripto Koin Semesta Tbk, Profil Pendiri dan Pasca-IPO

PT. Indokripto Koin Semesta Tbk

Jakarta, Juli 2025 – Dalam iklim investasi yang kian kompetitif dan penuh volatilitas, satu nama mencuat di antara para investor muda dan pengamat kripto di tanah air: PT. Indokripto Koin Semesta Tbk, atau yang dikenal publik dengan kode emiten [COIN]. Perusahaan ini baru saja mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) menjadi salah satu perusahaan teknologi kripto pertama yang resmi melantai di lantai bursa Indonesia. Langkah ini bukan hanya simbol, tapi juga sinyal kuat bahwa dunia kripto mulai menemukan tempatnya di ekosistem regulasi domestik.

Dan ya, banyak yang bilang ini semacam Tesla moment bagi sektor Web3 Indonesia.

Dari Garasi ke Gedung Bursa

Yang menarik dari COIN bukan cuma karena sektor yang mereka geluti, yaitu aset digital dan tokenisasi, tapi juga cerita perjalanannya. Didirikan oleh sekelompok developer muda yang sempat membangun DApp kecil untuk pasar NFT lokal, perusahaan ini perlahan-lahan membentuk portofolio yang lebih serius: dompet digital terdesentralisasi, platform exchange hybrid, serta layanan tokenisasi aset nyata (real-world asset tokenization).

Seorang mantan developer mereka yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, “Waktu awal bikin [COIN], servernya masih di sewaan warnet temen. Sekarang mereka punya partnership sama bank digital.”

Apa yang dulunya dianggap proyek kecil, kini menjelma menjadi emiten publik dengan valuasi awal Rp2,3 triliun setelah penawaran saham perdana (IPO). Jumlah ini memang belum seberapa dibanding unicorn teknologi lain, tapi mengingat bahwa basis pendapatan mereka berasal dari aset kripto dan Web3, valuasi ini cukup menggigit.

Apa yang COIN Lakukan?

Sederhananya, COIN adalah perusahaan berbasis blockchain yang fokus pada tiga vertikal utama:

  1. Custodial dan Non-Custodial Wallet – Dompet digital berbasis blockchain yang mendukung multi-chain (ETH, BSC, Solana, dan TON).
  2. Platform Tokenisasi Aset Nyata (RWA) – COIN sedang mengembangkan sistem untuk memungkinkan pemilik aset seperti properti, surat berharga, atau logam mulia untuk ditokenisasi dan diperjualbelikan dalam bentuk kripto.
  3. Layanan White-Label Blockchain untuk Korporasi – Perusahaan besar yang ingin masuk Web3 tapi nggak punya tim teknis? COIN menjual solusi siap pakai.

Tidak sedikit institusi konvensional mulai tertarik. Bahkan kabarnya, COIN sedang menjajaki kerja sama dengan salah satu BUMN untuk membuat sistem verifikasi berbasis blockchain untuk logistik antardaerah.

Namun, Bukan Tanpa Tantangan

Meski terlihat menjanjikan, COIN juga menghadapi beberapa hasil kurang optimal selama pengembangannya.

Pada kuartal I 2025, mereka sempat mendapat peringatan dari Bappebti karena salah satu fitur dompet mereka belum terverifikasi sebagai penyimpan aset kripto yang sah. Perusahaan langsung merespons dengan membekukan fitur tersebut dan merombak sistem kepatuhannya.

Satu pelajaran yang muncul dari situ: bergerak cepat di dunia kripto harus dibarengi kesadaran regulasi.

Investor retail sempat panik. Sahamnya turun 18% dalam dua hari. Tapi dalam seminggu, setelah klarifikasi resmi dan rencana audit internal diumumkan [COIN] pulih dan bahkan ditutup naik 12% dari harga pembukaan awal IPO.

Potensi Masa Depan dan Proyeksi

Di komunitas kripto lokal, COIN dianggap sebagai gateway bagi masyarakat umum untuk ikut dalam ekonomi token. Karena berbentuk Tbk, keterlibatan publik jadi lebih luas, tidak seperti proyek kripto biasa yang hanya mengandalkan penjualan token.

Menariknya, COIN sedang mempersiapkan peluncuran COINChain, sidechain Layer-2 berbasis Ethereum yang diklaim bisa mengintegrasikan dompet bank digital langsung ke blockchain. Ini semacam “jembatan” antara dunia fiat dan Web3.

Kalau ini berhasil, kita bisa melihat COIN sebagai jantung baru bagi infrastruktur DeFi di Asia Tenggara.

Akankah Jadi Pemain Global?

Apakah COIN bisa jadi seperti Coinbase versi Indonesia? Jawabannya belum tentu, tapi momentumnya sedang dibentuk sekarang. Kuncinya ada pada eksekusi dan adaptasi terhadap regulasi.

Beberapa analis di forum-forum saham menyebut COIN sebagai “crypto stock dengan napas panjang,” bukan yang cuma numpang hype.

Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Saham Kripto

PT. Indokripto Koin Semesta Tbk [COIN] adalah representasi dari era baru—saat kripto tidak lagi berputar di bawah tanah, tapi mulai bersanding dengan entitas legal, struktur korporasi, dan transparansi publik.

Untuk pembaca yang aktif di pasar modal dan kripto, [COIN] adalah sesuatu yang perlu diamati. Baik sebagai investor saham, pengguna dompet digital, atau bahkan mitra bisnis.

Dan satu hal yang pasti: kripto bukan lagi sekadar tren. Ia sudah duduk di ruang direksi.

Siapa Orang di Balik COIN? Profil Pendiri dan Budaya Inovatif yang Tak Biasa

Jika membayangkan pemimpin perusahaan kripto lokal yang IPO di BEI, mungkin yang terlintas di benak adalah sosok korporat berbaju jas, dengan latar belakang keuangan konvensional atau lulusan Ivy League. Tapi COIN berbeda. Jauh berbeda.

Pendiri utamanya adalah Rafi Pradana, seorang lulusan teknik informatika dari ITB yang dulu dikenal sebagai pentolan komunitas Ethereum Bandung. Rafi bukan tipikal CEO flamboyan yang gemar tampil di media, tapi justru sosok yang dicintai oleh timnya karena etos kerjanya yang intens dan semangat open-source yang dibawanya sejak awal.

“Dia lebih suka ngoding di ruang kecil daripada pitching ke investor,” ujar salah satu anggota tim lama COIN dalam wawancara dengan coinbiograph.com.

Latar Belakang Tech-First, Bukan Finance-First

COIN dilahirkan dari tim yang tech-first. Sebelum ada COIN, mereka sudah membangun beberapa proyek NFT, salah satunya “KoinRakyat” sebuah proyek edukatif NFT tentang budaya Indonesia yang sempat viral di Twitter lokal karena visual wayangnya yang unik. Tapi seperti banyak proyek awal Web3, tidak semua berjalan mulus.

“Kita sempat rugi ratusan juta karena salah pakai smart contract. Royalti penjualan NFT bocor ke alamat dev lama,” ungkap Rafi dalam sebuah podcast komunitas.

Dari kesalahan itulah mereka belajar soal pentingnya audit on-chain dan kontrol kepemilikan. Pelajaran tersebut kemudian menjadi salah satu nilai inti COIN: transparansi dan pengendalian risiko teknologi.

Budaya Perusahaan: Bukan Startup Biasa

Kultur COIN bisa dibilang sedikit aneh dibanding perusahaan teknologi lain di Jakarta. Mereka tidak punya jam kerja tetap, tidak ada seragam, dan tidak mengharuskan gelar tertentu saat rekrutmen. Tapi satu hal yang wajib: kontribusi GitHub terbuka selama minimal 6 bulan.

Bahkan dalam salah satu lowongan di situs resmi mereka, tertulis:
“Kami tidak peduli gelar Anda. Kami peduli apakah Anda tahu cara menulis kontrak Solidity dengan gas efisien dan pernah kena scam di DEX agar bisa belajar dari sana.”

Bagi sebagian orang, itu terdengar lucu. Tapi di dunia Web3? Itulah realitas. Pengalaman adalah pelajaran terbaik. Dan COIN membentuk tim berdasarkan itu.

Tim Eksekutif Multidisiplin

Selain Rafi, posisi penting lainnya diisi oleh Anita Surya, mantan analis regulasi di OJK yang kini menjadi Chief Compliance Officer COIN. Penunjukan ini sangat strategis karena sejak awal, COIN ingin bermain aman di antara regulasi kripto yang masih abu-abu.

Anita dikenal sebagai figur yang menghubungkan dunia regulasi dan dunia Web3 — dua dunia yang sering berbicara bahasa berbeda.

“Anita yang ngajarin kita gimana ngomong ke Bappebti,” kata Rafi sambil bercanda di sebuah AMA Twitter Space. “Kalau nggak, mungkin kita udah disangka ponzi sejak bulan ke-2.”

Belajar dari Tantangan, Bukan Cuma Pencapaian

Kesuksesan COIN bukan hanya soal IPO dan produk. Tapi bagaimana mereka mengelola tantangan berulang terutama di tahun 2023–2024 ketika banyak proyek kripto lokal tumbang karena kesalahan sistem, manipulasi tokenomik, atau minimnya trust publik.

COIN hampir ikut tumbang ketika smart contract mereka diretas minor pada Februari 2024. Nilainya tidak besar, hanya Rp280 juta yang bocor, tapi efek kepercayaan publik cukup besar. Harga token turun. Investor kabur.

Tapi mereka tidak lari dari masalah. Mereka membuat audit publik terbuka. Mereka mengundang komunitas developer untuk mencari kelemahan sistem dan memberi bounty terbuka.

Sejak itu, COIN dikenal sebagai perusahaan pertama di Indonesia yang rutin mengadakan Bug Bounty Terbuka untuk Dompet On-Chain. Bahkan sekarang, mereka menjadi tempat magang favorit bagi mahasiswa teknik karena budaya keterbukaan itu.

Misi Jangka Panjang: Web3 yang Bisa Dipahami Emak-Emak

Salah satu visi jangka panjang yang mereka ulang terus dalam berbagai wawancara adalah ini:
“Kalau ibu-ibu kita di pasar bisa pakai dompet kripto tanpa takut, berarti kita berhasil.”

COIN ingin membangun infrastruktur blockchain lokal yang bukan hanya dipakai developer. Tapi juga pedagang, honorer, pekerja migran, hingga pelaku UMKM.

Mereka percaya, adopsi massal hanya bisa terjadi jika teknologi tidak terasa seperti teknologi. Dan dari cara mereka membangun antarmuka, mengatur edukasi, hingga sistem support pelanggan, semuanya dibentuk berdasarkan prinsip itu.

Penutup: Merekam Jejak yang Tak Biasa

PT. Indokripto Koin Semesta Tbk [COIN] bukan hanya entitas publik yang berbisnis di sektor kripto. Ia adalah cerita tentang bagaimana kelompok muda dengan pengalaman seadanya bisa membentuk entitas besar lewat keberanian mencoba dan belajar dari kesalahan.

Budaya mereka bukan korporat, bukan juga sekadar startup kekinian. Tapi sesuatu yang sedang tumbuh, sambil menulis ulang aturan main industri kripto di Indonesia.

Dan kalau sejarah memberi kita pelajaran, maka [COIN] sedang berada di halaman awal dari buku yang akan banyak dibaca nanti.

[COIN] Pasca-IPO: Strategi, Laporan Keuangan, dan Posisi di Peta Web3 Nasional

Setelah sukses melakukan Initial Public Offering (IPO) pada April 2025, PT. Indokripto Koin Semesta Tbk [COIN] resmi menjadi pusat perhatian, bukan cuma bagi pengamat kripto, tapi juga para analis pasar modal konvensional. Karena untuk pertama kalinya, publik bisa memiliki saham perusahaan yang bisnis intinya berbasis blockchain dan Web3, dengan operasional yang teregulasi penuh di Indonesia.

Dan pertanyaannya kini: Bagaimana COIN bertahan dan bersaing di medan yang makin kompleks ini?

Kinerja Keuangan Kuartal II 2025: Masih Merugi, Tapi Terukur

Mari bicara angka.

Dalam laporan keuangan Q2 2025 yang dirilis di IDX pada pertengahan Juli lalu, COIN mencatatkan:

  • Pendapatan: Rp 82,4 miliar
  • Beban operasional: Rp 94,1 miliar
  • Rugi bersih: Rp 11,7 miliar

Sekilas, ini tampak seperti sinyal negatif. Tapi perlu dicatat: sebagian besar kerugian berasal dari investasi awal infrastruktur untuk peluncuran COINChain dan sistem tokenisasi aset berbasis NFT Utility. Beban tersebut bersifat capex berat di awal, dengan potensi ROI dalam 18–24 bulan ke depan.

“Rugi itu hal biasa di fase ekspansi,” ujar Nadya H., analis pasar modal dari IndoTrust Sekuritas, dalam bincang daring dengan coinbiograph.com. “Tapi COIN menunjukkan capital discipline. Mereka tidak bakar uang cuma buat cari users.”

Alokasi Dana IPO: Transparan dan Terukur

Total dana hasil IPO: Rp 430 miliar.
Dari jumlah itu, rincian penggunaan hingga saat ini:

  • 40% untuk pengembangan COINChain (testnet rampung, mainnet dijadwalkan Oktober)
  • 25% untuk ekspansi dompet digital COINWallet dan integrasi QRIS on-chain
  • 15% untuk tim legal dan compliance menghadapi aturan baru OJK
  • 10% cadangan kas operasional
  • 10% marketing dan edukasi publik

Yang menarik, COIN juga mengalokasikan 1,5% dari dana IPO sebagai dana riset DAO Indonesia, inisiatif edukatif yang melibatkan komunitas dalam membentuk governance Web3 di Indonesia.

Strategi Melawan Binance Indonesia: Main Lokal, Bukan Lawan Global

Di permukaan, COIN tampak seperti David yang melawan Goliath. Binance Indonesia dengan kekuatan modal dan teknologi luar negeri, jelas jadi pemain dominan di pasar exchange dan dompet digital. Tapi COIN tidak mencoba menjadi “Binance lokal”. Mereka punya pendekatan berbeda.

1. Lokalisasi Produk:
COINWallet menyertakan fitur multi-bahasa daerah (Jawa, Sunda, Bugis), serta sistem referral berbasis komunitas RT/RW. Ini bukan gimmick, tapi strategi menumbuhkan akar di lapisan masyarakat yang belum tersentuh DeFi.

2. Integrasi QRIS & Dukungan Bank Digital Lokal:
Sementara Binance masih “asing” untuk sektor UMKM, COIN menggandeng dua bank digital dan satu koperasi simpan pinjam untuk menjembatani transaksi on/off-ramp langsung ke saldo rekening.

3. Fokus pada Tokenisasi Aset Real (RWA):
COIN bukan hanya tempat trading koin. Mereka sedang mengembangkan sistem sertifikasi tanah digital berbasis NFT bekerjasama dengan Pemda Banyuwangi. Targetnya: mempercepat legalitas tanah petani melalui smart contract.

Peran COIN dalam Roadmap Digitalisasi BUMN

Inilah bagian paling menarik. Menurut dokumen internal yang bocor ke komunitas Telegram “CoinTalk Indonesia” bulan lalu, COIN disebut sebagai salah satu dari 5 perusahaan teknologi yang diajak berdiskusi dalam proyek sandbox digitalisasi aset negara oleh Kementerian BUMN.

Proyek tersebut bertujuan untuk:

  • Memonitor dan men-token-kan aset non-produktif BUMN (tanah, bangunan, kendaraan)
  • Membuat sistem audit on-chain pengadaan barang
  • Menyediakan transparansi proyek infrastruktur di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar)

Apakah COIN resmi terlibat? Dalam wawancara eksklusif dengan coinbiograph.com, Rafi Pradana hanya menjawab,
“Yang pasti, kami percaya blockchain bisa menyederhanakan birokrasi dan mengurangi biaya diam di sektor publik.”

Jawaban diplomatis, tapi cukup untuk memicu antusiasme.

Ancaman? Banyak. Tapi Mereka Punya Waktu.

Meski sudah IPO, COIN belum masuk zona nyaman. Persaingan datang dari dua sisi:

  • Domestik: Munculnya proyek blockchain baru dari sektor pendidikan dan logistik, yang mencoba meniru pendekatan COIN.
  • Internasional: Ekspansi agresif platform asing seperti KuCoin dan Bitget ke Indonesia melalui partnership lokal.

Namun, keunggulan COIN adalah pemahaman konteks sosial-politik lokal. Mereka tahu siapa yang harus diajak minum kopi, bukan sekadar siapa yang punya dompet terbesar.

Penutup: Menanam Sekarang, Memanen Dua Tahun Lagi?

COIN mungkin belum profitable. Tapi arah mereka jelas. Dengan strategi lokal yang cerdas, ekosistem teknologi yang aktif, dan hubungan yang mulai dibangun dengan sektor publik — COIN sedang mempersiapkan posisi sebagai infrastruktur kripto utama di Indonesia, bahkan sebelum pasar menyadarinya.

Bagi investor, pengguna, dan pengamat: ini bukan saatnya mengukur COIN dari laba-rugi saja. Tapi dari apa yang mereka bangun diam-diam, di luar laporan kuartalan dan berita harian.

Dan seperti banyak kisah teknologi besar, semuanya berawal dari tim kecil… yang memilih berjalan di jalur berbeda.

Detail Ringkasan

PT. Indokripto Koin Semesta Tbk

Indokripto Koin Semesta

Detail Info

Nama Perusahaan

Ticker

Situs Resmi

Profil Perusahaan

Email Support

PT. Indokripto Koin Semesta Tbk

Indokripto Koin Semesta

indokriptokoinsemesta.co.id

Detail

corporate.secretary@indokriptokoinsemesta.co.id

Dewan Komisaris

John A. Prasetio (Komisaris Utama dan Komisaris Independen) Silvano Winston Rumantir (Komisaris) Indira Indah Prameshwari (Sekretaris Perusahaan)

Pemegang Saham

PT Kustodian Koin Indonesia (ICC) PT Central Finansial X (CFX)

Join Telegram Community

Disclaimer:

"Informasi di Coinbiograph hanya sebagai referensi, bukan saran investasi. Artikel ini tidak mendukung pembelian atau penjualan kripto tertentu.

Perdagangan keuangan, termasuk cryptocurrency, selalu berisiko. Risetlah sebelum berinvestasi. Keputusan ada pada Anda.

Gunakan platform resmi yang legal, terutama di Indonesia. Pilih platform kripto yang terdaftar oleh BAPPEBTI dan OJK dan daftar aset kripto resmi di Indonesia dan legal"

Share:

Related Topics

Also Read